TV Series Review: The Queen's Gambit - Part 3

“Anger is a potent spice. A pinch wakes you up, too much dulls your senses.”

Menyaksikan orangtuanya tewas dalam sebuah kecelakaan mobil membuat seorang anak perempuan harus menjalani kehidupan di sebuah panti asuhan. Tapi tanpa ia sadari di sana perempuan tersebut bertemu dengan hal yang mampu membuatnya merasa sangat “bahagia”, yakni permainan catur. Seperti sebuah vitamin warna hijau favoritnya, perempuan tersebut sangat candu terhadap permainan catur, sesuatu yang sangat wajar karena ia memang dapat mengalahkan 12 pemain catur sekaligus dalam waktu hanya 80 menit. Mimpi wanita muda tersebut adalah untuk menjadi seorang Grandmaster. 

Sinopsis:

Beth Harmon (Isla Johnston) jelas tidak seberuntung anak-anak lain seusianya, ia harus melihat secara langsung orangtua tewas di dalam sebuah kecelakaan mobil. Hal tersebut memaksa Beth untuk tinggal di sebuah panti asuhan yang dipimpin oleh Helen Deardorff (Christiane Seidel). Di sana semua anak perempuan hidup di dalam aturan yang telah ditetapkan, termasuk ketika mereka harus meminum obat vitamin berwarna merah dan hijau. Namun suatu ketika Beth secara tidak sengaja bertemu dengan Mr. Shaibe (Bill Camp), pria teknisi panti asuhan yang sedang bermain catur sendirian.

Beth menawarkan diri untuk bermain dengan Shaibe dan berhasil membuat pria tersebut terkejut dengan kemampuan yang ia punya. Sayangnya Beth tidak memiliki akses untuk menunjukkan bahwa dirinya merupakan seorang chess prodigy, hingga beberapa tahun kemudian kesempatan itu tiba saat Beth (Anya Taylor-Joy) diadopsi oleh Alma Wheatley (Marielle Heller) dan suaminya. Beth mulai mencari cara agar ia dapat ikut di dalam kompetisi dan memutuskan untuk masuk ke dalam sebuah turnamen catur walaupun ia tidak memiliki pengalaman. Tujuan Beth hanya satu, ia ingin menjadi seorang Grandmaster.

The Queen's Gambit

Genre: Drama

Director: Scott Frank

Writer: Scott Frank

Broadcast Network: Netflix

 

Cast:

Anya Taylor-Joy as Beth Harmon

Isla Johnston as young Beth

Bill Camp as Mr. Shaibel

Moses Ingram as Jolene

Christiane Seidel as Helen Deardorff

Rebecca Root as Miss Lonsdale

Chloe Pirrie as Alice Harmon

Akemnji Ndifornyen as Mr. Fergusson

Marielle Heller as Mrs. Alma Wheatley

Harry Melling as Harry Beltik

Patrick Kennedy as Allston Wheatley

Jacob Fortune-Lloyd as Townes

Thomas Brodie-Sangster as Benny Watts

Marcin Dorociński as Vasily Borgov

 

[Spoiler Alert]

The Queen's Gambit

Episode 5 & Episode 6

Sangat terlihat jelas di episode lima bagaimana Beth sangat kehilangan sosok Ibu angkatnya itu, sosok yang sebenarnya perlahan meski memiliki berbagai kekurangan tapi sanggup menjadi “jangkar” bagi kehidupan Beth, menjadi sosok di mana Beth dapat datang ketika ia merasakan kesulitan dalam masalah yang ia hadapi. Tanpa kita sadari sosok Alma Wheatley adalah penyelamat dalam kehidupan Beth, meski ia tampak gila harta dan hanya mengisi waktu dengan bersantai bersama alcohol tapi sangat jelas posisinya sebagai pelindung Beth, menjadi alarm bagi Beth agar dirinya tidak hanyut dan terlelap di dalam emosinya yang masih berada di tahap transisi dari remaja menjadi dewasa.

Tapi ada hal menarik dari kepergian Alma itu, yakni bagaimana Sutradara Scott Frank menghadirkan dampak yang terjadi di dalam diri Beth pasca kematian Alma. Sebagai penonton yang telah mengetahui betapa Beth sangat bergantung pada obat dan alcohol jelas ekspektasi saya kepergian Alma merupakan pintu masuk bagi Beth ke dalam masalah yang lebih berat. Tapi ternyata yang hadir di episode kelima justru sebaliknya, kita disajikan penggambaran dari kemampuan dari Beth Harmon untuk segera “move on” dari kematian sang Ibu. Beth ternyata mampu untuk menghindar dari jeratan emosi kelam, ia tidak larut terlalu jauh di dalam kesedihan dan langsung membawa penonton kembali ke arena permainan catur.

Itu jelas sebuah transisi yang berani dari Scott Frank, ia tidak mencoba memberikan eksplorasi yang terlalu dalam pasca kematian Alma di mana sebenarnya ada potensi besar untuk mengaduk-aduk emosi dan pikiran seorang Beth Harmon. Kita justru di bawa menyaksikan Beth berhasil menjadi juara dan mengalahkan salah satu rival terberatnya, Benny Watts, yang kemudian posisinya bergeser menjadi partner dalam persiapan Beth untuk menghadapi lawan yang lebih berat, yakni Vasily Borgov. Tapi sebelum membahas Borgov mari bahas sebenatar tentang Harry Beltik. Saya merasa terkejut dengan kemunculannya di episode lima yang kemudian langsung memberi nafas romance ke dalam cerita.

Hal terakhir tadi memang terasa absen dengan ketiadaan Townes yang menjadi pria pertama yang sukses membuat Beth jatuh hati padanya, tidak heran jika kehadiran Harry Beltik menghasilkan pertanyaan baru. Apakah Harry Beltik sosok yang tepat untuk menjadi “jangkar” baru bagi Beth? Atau justru hal tersebut ada pada Benny Watts yang secara karakter terasa lebih meyakinkan ketimbang Harry? Ya, ini masih menjadi pertanyaan yang belum jelas akan mengarah ke mana karena narasi sendiri memang tidak memberi porsi yang besar untuk isu tersebut. Fokus utama masih tertuju pada perjuangan Beth untuk dapat mengalahkan Borgov dan kekalahannya di Paris jelas menjadi sebuah tamparan yang dapat memacu Beth semakin keras lagi.

Dari sana muncul pertanyaan baru, yakni apakah Beth mampu mengatasi addiction yang ia punya terhadap obat dan alkohol terlebih dahulu, dua hal yang kita ketahui selama ini menjadi “rintangan” terbesar bagi Beth untuk dapat tampil konsisten saat bertanding. Saya suka dengan bagian yang satu ini, setiap kali Beth jatuh ke dalam rasa tertarik untuk minum alkohol selalu muncul gejolak di raut wajahnya yang kita bisa lihat ada pertentangan di sana, di satu sisi ia tergoda namun di sisi lain ia juga mencoba untuk menjauh dari dua momok menakutkan tadi. Karena Beth sebenarnya sadar bahwa dua hal itu dapat membawanya masuk ke dalam masalah, ditampilkan dengan sangat baik oleh Anya Taylor-Joy terutama pada ekspresi wajah dan gerak tubuhnya.

Bagaimana semua ini akan dibungkus di episode terakhir tentu saja menjadi sebuah pertanyaan menarik terlebih dengan kembalinya Allston Wheatley ke dalam hidup Beth Harmon. Allston mungkin digunakan oleh Scott Frank untuk menunjukkan Beth semakin terpacu untuk menjadi lebih baik, tentu saja juga menjadi penggambaran yang menunjukkan perubahan positif di dalam diri heroine utama kita itu. Jawaban Beth yang akan membayar rumahnya jelas merupakan sebuah tamparan keras bagi Allston, dan menarik untuk dinantikan bagaimana isu ini akan berkembang bersama dengan Jolene yang datang menghampiri Beth. Tapi tentu di balik itu semua yang paling menarik adalah jawaban atas pertanyaan besar yang kini tersisa, apakah Beth Harmon mampu mengalahkan Vasily Borgov?